Langsung ke konten utama

MAKALAH MATERI PENDIDIKAN ISLAM


MAKNA DAN PRINSIP IBADAH



OLEH:
KUSWANTI
 
Makna ibadah menurut Muhammadiyah ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dengan jalan menaati segala perintah-perintahNya, menjauhi segala larangal-laranganNya, dan  mengamalkan segala yang diizinkan Allah SWT (PP Muhammadiyah, 2009: 278) . Pembagian Ibadah Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian:
1. `Ibâdah khâshshah (ibadah khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, dan semacamnya.
2. `Ibâdah `âmmah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT  semata, misalnya: berdakwah, melakukan amar ma`ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.
Supaya amalan ibadah bisa diterima oleh Allah SWT dan selamat ketika diakhirat, maka ada  prinsip yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam beribadah. Prinsip yang paling utama yaitu: Ibadah harus sesuai dengan tuntunan. Allah SWT berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْ لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan ia jangan mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”(QS.Al-Kahfi/18: 110).
Arti kata shâlih adalah baik karena sesuai. Seseorang dikatakan beramal shaleh bila dalam beribadah kepada Allah sesuai dengan cara yang disyari`atkan Allah melalui Nabi-Nya, bukan dengan cara yang dibuat oleh manusia sendiri. Syarat ibadah yang dikatakan sesuai dengan tuntunan Allah melalui Rasul-Nya adalah:
1.      Dilakukan secara ikhlas yakni murni hanya menyembah kepada Allah semata (QS. Al-Fâtihah/1: 5; Al-Nisâ’/4: 36; al-Bayyinah/98: 5; al-An’âm/6: 162) dan murni hanya karena mengharap ridla-Nya.
Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena keikhlasan inilah jiwa dari ibadah. Tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah yang sesungguhnya. Beribadah secara ikhlas didasarkan pada firman Allah SWT:
 قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Pemelihara alam semesta.“ (QS. Al-An‘âm/6: 162)
Bahkan, ibadah tanpa diserati dengan keikhlasan maka tidak akan diterima oleh Allah SWT. Hal ini karena Nabi saw pernah menyatakan bahwa setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya (Muttafaq ‘alayh). Demikian pula hadis Nabi saw yang lain yang berbunyi:
 إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
"Allah tidak menerima amalan kecuali dikerjakan dengan ikhlas dan hanya mencari ridla-Nya." (HR. Al-Nasâ`i).
Berdasarkan dalil di atas bahwa hanya ibadah yang dilakukan secara ikhlas saja yang akan diterima oleh Allah SWT. Sedangkan ibadah yang dilakukan secara tidak ikhlas, seperti karena riya’ (baca: ingin dilihat dan mendapat pujian/penghargaan dari selain Allah), meskipun itu baik, maka tidak akan punya nilai apa-apa di hadapan Allah, bahkan bisa mendapatkan kecelakaan (QS. Al-Mâ‘ûn/107: 4-7).
2. Tata caranya harus sesuai Tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam masalah ibadah mahdlah (khusus) yang sudah jelas ada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh ada hasil kreasi pemikiran manusia yang boleh masuk di dalamnya, kecuali menunggu perintah atau tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Ketika seseorang melakukan shalat sebagai bagian dari ibadah mahdlah tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya maka ada dua akibat yang akan terjadi, yakni: Pertama: Ibadahnya ditolak. Nabi saw bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengadakan sesuatu dalam perkara kami ini yang tidak ada tuntunan (Islam) di dalamnya maka ditolak.” (Muttafaq 'alaih).
Kedua: Divonis bid’ah, sesat dan masuk neraka. Nabi Muhammad saw memperingatkan dengan sabdanya:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه مسلم وابن ماجة وأحمد والدارِمى.) و فى لفظ النسائى: وَكُلُّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah Kitabullah (Al-Qur’an), dan sebaik-baik bimbingan, adalah bimbingan Muhammad, sedang sejelek-jelek perkara adalah mengada-ada padanya, dan setiap bid`ah (penyimpangan dengan mengada-ada) adalah sesat.” (HR. Muslim, Ibn Majah, Ahmad & Darimi).  Dalam redaksi Al-Nasa’i: “... dan setiap yang sesat, di neraka.”
Hadis ini dimaksudkan sebagai peringatan agar orang tidak mudah melakukan penyimpangan (bid`ah) dalam masalah ibadah mahdlah.
Dwi Yulianti berpendapat bahwa sesungguhnya prinsip-prinsip beribadah itu adalah:
Pertama, ibadah yang diterima Allah swt syaratnya adalah niat yang baik dan ikhlas untuk mengharap keridhaan Allah. Jika ibadah tidak disertai hati, perasaan, kekhusyukan, maka ibadahmu itu menjadi tidak bermakna dan tidak dinilai oleh Allah.
Kedua, menghilangkan kesulitan, rasa berat dan mengutamakan kemudahan. Ibadah-ibadah dalam Islam tidak ada yang memberatkan dan menyusahkan para pelakunya. "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" (QS Al Baqarah: 185).
Ketiga, hendaknya ibadah itu memberikan pengaruh yang nyata pada perilaku, dan dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, baik kepada diri sendiri atau pada orang lain (http://dwi-yulianti.blogspot.com).
Prinsip dasar yang membangun ibadah agar diterima oleh Allah SWT lainnya adalah:
1.    Khauf ( Rasa Takut ). Rasa takut akan siksa Allah dan khawatir akan nasib jelek di akhirat nanti.
2.    Mahabbah ( Rasa Cinta ). Cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan Syariat Nya.
3.    Raja' ( Harap, Optimisme ), Pengharapan atas Rahmat, ampunan  dan pahala dari Allah.
Ketiga prinsip ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pondasi ibadah, dan tidak bisa dikatakan ibadah hanya mengambil salah satunya. Bahkan para ulama salaf sebagian ada yang mengatakan :
1.    Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan cinta maka dia adalah zindiq ( orang yang menyembunyikan kekafiran ), pengakuan cinta kepada Allah tanpa ada rasa  hina, takut, mengharap dan tunduk kepada Allah, adalah pengakuan dusta.
2.    Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa takut maka dia adalah harury ( kawarij, yang menganggap setiap orang berdosa besar telah kafir ), karena orang yang hanya mempunyai rasa takut saja, jika terus dalam keadaan seperti itu, akan selalu berburuk sangka kepada Allah dan berputus asa dari rahmat-Nya.
3.    Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa Raja' maka dia adalah murji' ( orang yang menganggap amal shalih tidak berpengaruh terhadap imannya, selama masih ada iman dalam hatinya ). karena orang yang hanya memiliki sikap Raja' saja,  jika terus dalam keadaan demikian, maka orang tersebut akan berani malakukan maksiat dan merasa aman dari makar Allah.
Oleh karena itu wajib bagi kita untuk menggabungkan dan tidak memisahkan salah satunya dari prinsip ibadah kepada Allah agar ibadah kita diterima oleh Allah selain syarat ibadah yang ditentukan Nya yaitu ikhlas dan mengikuti contoh dan perintah Rasulullah Shalallahu'alahi wasallam (http://binimam.multiply.com).

Sumber:
1.      Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah tahun 2009.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

"الحمد لله رب العالمين " (الحمد) مبتدأ مرفوع (لله) (ل) حرف جار (الله) لفظ الجلالة مجرور, والجار والمجرور في محل رفع خبر مبتدأ [رب] : بدل مجرور بالكسرة، [العالمين] : مضاف إليه مجرور بالياء لأنه ملحق بجمع المذكر السالم؛ وقد أُلْحِقَ به لأنه ليس عَلَمًا ولا صفة. "الرحمن الرحيم" (الرحمن) صفة مجرورة بالكسرة (الرحيم) صفة مجرورة بالكسرة "مالك يوم الدين " [مالك] : نعت للجلالة المعرفة, وهو مضاف (يوم) مضاف أليه مجرور, وهو مضاف (الدين) مضاف أليه مجرور بالكسرة "إياك نعبد وإياك نستعين " [إيَّاك] : ضمير نصب منفصل مبني على السكون، في محل نصب مفعول به مقدم للاختصاص. (والكاف) حرف خطاب لا محل له من الإعراب. "اهدنا الصراط المستقيم " (اهد) فعل أمر (نا) ضمير متصل في محل نصب مفعول به [الصراط] : مفعول به ثانٍ منصوب بالفتحة. (المستقيم) صفة للصراط منصوب بالفتحة وجملة [اهدنا] استئنافية لا محل لها. "صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين " [صراط] : بدل كل من كل من [الصراط] منصوب. وهو بدل معرفة من معرفة. [غير] : بدل من [الذين] مجرور. و

MAKALAH MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 3 SHALAT IDAIN

DISUSUN OLEH : YUNITA SETYANINGRUM 0806010013 PENDAHULUAN Shalat idain merupakan shalat dua hari raya umat islam yaitu shalat idul fitri dan idul adha. Adapun waktu pelaksanaan shalat ini adalah satu tahun satu kali pada bulan syawal dan dzulhijjah. Shalat idain merupakan amalan yang disunnahkan, baik laki – laki, wanita, anak – anak, orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) maupun tidak (muqim), baik itu dikerjakan dengan berjamaah maupun sendirian di rumah, masjid atau tempat shalat lainnya. Hari raya idul fitri seringkali di sebut hari kemenangan setelah ujian khusus selama sebulan penuh wajah – wajah cerah nan berserti memenuhi menghadapkan wajah dengan penuh ketundukan. Sedangkan hari raya idul adha adalah hari raya kurban dimana hari raya ini adalah untuk mengasah kepedulian kita terhadap sesama yaitu dengan berbagi hewan kurban. PEMBAHASAN 1.         Hukum Shalat Idul Fi tri dan Idul Adha Hukum Shalat Idul F

KELUARGA SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN AKHLAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat (Muchtar, 2005: 43) mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perilaku anak. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat fundamental karena pada hakekatnya keluarga merupakan wadah pembentukan watak dan akhlak. Tempat perkembangan awal seorang anak sejak dilahirkan sampai proses pertumbuhan dan perkembangannya baik jasmani maupun rohani adalah lingkungan keluarga, oleh karena itu di dalam keluargalah dimulainya pembinaan nilai-nilai akhlak karimah ditanamkan bagi semua anggota keluarga. Peran dan tanggungjawab orang tua mendidik anak   dalam keluarga sangat dominan sebab di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya akhlak anak . Pendidikan dan pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran agama Islam masalah akhlak mendapat perhatian yang sang