BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam
masyarakat (Muchtar, 2005: 43) mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan
perilaku anak. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat
fundamental karena pada hakekatnya keluarga merupakan wadah pembentukan watak
dan akhlak.
Tempat perkembangan awal seorang anak sejak
dilahirkan sampai proses pertumbuhan dan perkembangannya baik jasmani maupun
rohani adalah lingkungan keluarga, oleh karena itu di dalam keluargalah
dimulainya pembinaan nilai-nilai akhlak karimah ditanamkan bagi semua anggota
keluarga.
Peran dan tanggungjawab orang tua mendidik
anak dalam keluarga sangat dominan sebab
di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya akhlak anak. Pendidikan dan pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat
mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran
agama Islam masalah akhlak mendapat perhatian yang sangat besar sebagaimana
sabda Nabi:
اَكْمَلُ الْمُؤْمنيْنَ ايْماَناً اَحْسَنُهُمْ
خُلُقاً.....
”Orang mukmin
yang paling sempurnanya imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya” HR. Tirmidzi (Nawawi, 1999: 583).
Mengingat masalah akhlak adalah masalah yang
penting seperti sabda Nabi di atas, maka dalam mendidik dan membina akhlak anak
orang tua dituntut untuk dapat berperan aktif. Peranan orang tua sebagai
pendidik pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai akhlak karimah terhadap
anak yang bersumber dari ajaran agama Islam sangat penting dilakukan agar anak
dapat menghiasi hidupnya dengan akhlak yang baik sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan.
Dewasa ini dengan terjadinya perkembangan
global disegala bidang kehidupan selain mengindikasikan kemajuan umat manusia
disatu pihak, juga mengindikasikan kemunduran akhlak di pihak lain. Kemajuan
kebudayaan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak seimbang dengan
kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis akhlak.
Media massa memberikan berita-berita tersebut,
antara lain di Palembang, sekelompok bocah laki-laki dan
perempuan berusia di bawah 13 tahun harus berurusan dengan polisi karena
menggelar pesta seks setelah melihat gambar-gambar porno di warnet. Empat puluh pelajar di Salatiga terjaring razia saat main playstation (PS) pada waktu jam sekolah. Dua pelajar sekolah menengah pertama mabuk berat tidak sadarkan diri di sebuah lapangan basket Kompleks Lapangan Merdeka, Kota
Sukabumi. (http://berita.liputan6.com).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas,
maka pendidikan akhlak merupakan salah satu bagian pendidikan dalam Islam yang
sangat diperlukan agar anak memiliki akhlak yang baik. Akhlak yang baik dari
seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, yaitu generasi muda yang
taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua dan memperhatikan hak-hak bagi
saudara muslim yang lain. Dalam pendidikan dan pembinaan akhlak anak, orang tua harus dapat berperan sebagai pembimbing spiritual yang mampu
mengarahkan dan memberikan contoh tauladan, menuntun, mengarahkan dan
memperhatikan akhlak anak sehingga anak berada pada jalan yang baik dan benar. Jika anak melakukan kesalahan, maka
orang tua dengan arif dan bijaksana membetulkannya, begitu juga sebaliknya jika
anak melakukan suatu perbuatan yang terpuji maka orang tua wajib memberikan
dorongan dengan perkataan atau pujian maupun dengan hadiah berbentuk benda.
Peranan
keluarga sangat besar dalam membina akhlak anak dan mengantarkan kearah
kematangan dan kedewasaan, sehingga anak dapat mengendalikan dirinya,
menyelesaikan persoalannya dan menghadapi tantangan hidupnya.
Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surat At-Tahrim ayat
6;
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan” (Depag, 2007:
560).
Orang tua
merupakan pembina pertama bagi
perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Keluarga merupakan tempat penanaman
utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan
perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak (Hasbullah, 2008: 42).
Berdasarkan hasil pengamatan sementara yang peneliti lakukan meskipun ada sebagian
orang tua yang melalaikan
kepentingan pembinaan akhlak anak dan menganggap
hal tersebut sepele, namun di lingkungan
masyarakat Dusun Tangkisan masih ada
keluarga yang begitu memperhatikan akhlak
anak-anak mereka. Hal tersebut nampak dari perilaku anak yang rajin shalat
berjamaah di masjid, tidak melawan perintah orang tua, santun dalam bertutur
kata dan tidak menggunakan kata-kata yang kasar.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik
untuk mengangkat judul keluarga sebagai wahana pembinaan akhlak di Dusun Tangkisan Desa Petuguran
Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di
atas, maka yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimanakah
keluarga sebagai wahana pembinaaan akhlak anak di Dusun Tangkisan Desa
Petuguran Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara?
C.
Tujuan
Penelitian
Sesuai perumusan masalah di atas, maka tujuan
yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keluarga
sebagai wahana pembinaan akhlak anak di Dusun Tangkisan Desa Petuguran
Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
penelitian ini adalah:
1. Manfaat secara teoritis adalah untuk
menambah khazanah keilmuan khususnya
dalam bidang ilmu Pendidikan Agama Islam.
2. Manfaat secara praktis adalah
bahwasanya hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi:
a.
Pengembangan
peneliti sebagai bekal dan latihan dalam menambah ilmu
dan wawasan dalam pembentukan akhlak anak.
b.
Masyarakat
luas, terutama para orang tua yang menginginkan anak-anak yang memiliki akhlak
mulia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
1. Pengertian
Keluarga
Keluarga merupakan kelompok individu yang ada
hubungan, hidup bersama dan bekerjasama di dalam suatu unit. Kehidupan dalam
kelompok tersebut bukan secara kebetulan, tetapi diikat oleh hubungan darah
atau perkawinan. Selain itu, keluarga juga dapat diartikan sebagai kelompok
sistem yang terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah,
perkawinan atau adopsi. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nuclear
family) yang terdiri ayah, ibu dan anak-anak (http://paudgrobogan.wordpress.com).
Ditinjau dari sudut pandang pedagogis, ciri
khas suatu keluarga ialah bahwa keluarga itu merupakan persekutuan hidup yang dijalani rasa kasih sayang diantara dua
jenis manusia, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri, terkandung juga
kedudukan dan fungsi sebagai orang tua (Sadulloh, 2010 : 187).
Menurut Muchtar (
2005 : 43) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Baik tidaknya
masyarakat ditentukan oleh baik tidaknya keadaan keluarga umumnya pada
masyarakat tersebut. Oleh karena itu apabila kita menghendaki terwujudnya
masyarakat yang baik, tertib dan diridhoi Allah, mulailah dari keluarga.
Mansur (2009: 318)
berpendapat bahwa keluarga adalah suatu ikatan laki-laki dengan perempuan
berdasarkan hukum undang-undang perkawinan yang sah.
Kesimpulan dari beberapa pengertian keluarga
di atas, yaitu keluarga adalah sekelompok individu yang terikat dalam ikatan
suci yang sah, terdiri dari ayah, ibu, dan anak dan merupakan tempat pertama
kali dalam menanamkan pendidikan pada anak.
2. Fungsi
Keluarga
Kehidupan keluarga pada dasarnya mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a.
Merupakan
pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan faktor yang
sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan
pribadinya.
b.
Pendidikan di
llingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan
berkembang.
c.
Di dalam
keluarga akan terbentuk pendidikan moral.
d.
Di dalam
keluarga akan tumbuh sikap tolong-menolong, tenggang rasa, sehingga tumbuhlah
kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera.
e.
Keluarga
merupakan lembaga yang memang berperan dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan
agama.
f.
Di dalam
konteks membangun anak sebagai makhluk individu diarahkan agar anak dapat
mengembangkan dan menolong dirinya sendiri (Ihsan, 2005 : 18)
3. Peran Keluarga
Keluarga
sebagai lingkungan pendidikan yang pertama
sangat penting dalam membenntuk pola kepribadian anak. Karena di dalam
keluarga, anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
Peran orang
tua dalam mendampingi dan mendidik anak tidak terbatas sebagai orang tua. Sesekali
orang tua perlu berperan sebagai polisi yang selalu siap menegakkan keadilan
dan kebenaran, sesekali pula orang tua berperan sebagai guru yang dapat
mendidik anak dengan baik. Sewaktu-waktu berperan sebagai teman, orang tua
perlu menciptakan dialog yang sehat, tempat untuk mencurahkan isi hati. Alam
psikologis orang tua harus beralih kealam anak-anak, sehingga orang tua bisa
merasakan, menghayati dan mengerti kondisi anak-anak. Apabila dialog yang sehat
ini dikembangkan, anak-anak akan terbuka terbuka terhadap orang tua dan tidak
akan segan-segan mengutarakan isi pikirannya. Melalui dialog yang sehat ini
orang tua dapat memasukkan nilai-nilai yang positif terhadap anak. Orang tua
dapat meluruskan jalan pikiran anak yang keliru dengan leluasa (Amin, 2007 :
171-172). Peran orang tua dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.
Peranan ayah:
1)
Sumber
kekuasaan, dasar identifikasi yang memberikan pendidikan anaknya tentang
manajemen dan kepemimpinan.
2)
Penghubung
dengan dunia luar yang memberikan pendidikan komunikasi terhadap sesama kepada
anak.
3)
Pelindung
terhadap ancaman dari luar, sehingga ayah memberikan sikap bertanggungjawab dan
waspada.
4)
Pendidik segi
rasional dengan memberikan pendidikan anaknya dan menjadi dasar-dasar
pengembangan daya nalar serta daya intelek, sehingga menghasilkan kecerdasan
intelektual.
b.
Peranan Ibu :
1)
Pemberi aman
dan sumber kasih yang memberikan pendidikan sifat ramah tamah, asah, asih, dan
asuh kepada anaknya.
2)
Tempat
mencurahkan isi hati yang memberikan pendidikan kepada anak sikap
keterusterangan dan terbuka serta tidak menyimpan derita atau rasa pribadi.
3)
Pengatur
kehidupan rumah tangga yang memberikan keterampilan-keterampilan khusus kepada
anaknya.
4)
Pembimbing
kehidupan rumah tangga.
5)
Pendidik segi
emosional yang memberikan pendidikan kepekaan daya rasa dalam memandang sesuatu
yang melahirkan kecerdasan emosional (Mujib, 2008: 230).
6)
Penyimpan
tradisi.
c.
Peranan anak
laki-laki dan wanita.
Sebagaimana telah
diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan
masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan
tanggung jawab orang tuanya (http://paudgrobogan.wordpress.com).
Syaikh Abu Hamid Al
Ghazali dalam as-Syafi’i (2009: 4) ketika membahas tentang peran kedua orang
tua mengatakan,
“Ketahuilah, bahwa anak
merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan
permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan
apapun dan codong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan
dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam dalam kebaikan dan berbahagialah
kedua orang tuanya di dunia dan akhirat, juga setiap pendidik dan gurunya.
Tapi, jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagaimana binatang ternak,
niscaya akan menjadi jahat dan binasa.dosanya pun ditanggung oleg guru dan
walinya. Maka hendaklah ia memelihara, mendidik, dan membina serta mengajarinya
akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya
bersenang-senang, dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan
menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
4. Tanggungjawab
Orang Tua terhadap Anak
Islam memerintahkan agar para orang tua
berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya serta berkewajiban untuk
memelihara keluarganya dari api neraka, sebagaimana firman Allah SWT :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan” (Depag, 2007: 560).
Masa depan anak bergantung dari
bagaimana orang tua memberikan pendidikan kepadanya. Jika orang tua memberikakn
pendidikan yang baik bagi anaknya, maka akan baik pula masa depannya, demikiain
pula sebaliknya. Maka orang uta harus melaksanakan tanggung jawabnya dengan
sebaik-baiknya.
Adapun tanggung jawab orang tua terhadap
anak menurut Daradjat (2009 : 38) adalah sebagai berikut :
a.
Memelihara dan
membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab
setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan
hidup manusia.
b.
Melindungi dan
menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan
penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan
falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
c.
Memberi
pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki
pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
d.
Membahagiakan
anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup
manusia.
B. Pembinaan
Akhlak Anak
1.
Pengertian Akhlak
Akhlak secara etimologis
adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat (Ilyas, 2009: 1). Secara istilah akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan
tindakan manusia di atas bumi (Syahidin, 2009: 235).
Imam Ghazali dalam Ilyas (2009: 2) mendefinisikan secara
terminologis bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.
M. Syatori dalam Anwar (2010: 12) berpendapat
bahwa akhlak secara sempit dapat diartikan sebagai pandangan akal tentang
kebaikan dan keburukan.
Definisi-definisi di atas memberikan suatu gambaran,
bahwa akhlak merupakan bentuk kepribadian dari seseorang
tanpa dibuat-buat tanpa ada dorongan dari luar. Kalau pun ada dorongan dari luar
sehingga seseorang menampakan pribadinya dengan bentuk tingkah laku yang baik,
namun suatu waktu tanpa disadari pasti akan terlihat tingkah laku yang
sebenarnya.
Tujuan pokok akhlak adalah agar setiap muslim
berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai atau beradat-istiadat yang baik
sesuai dengan ajaran Islam. Tujuan secara khusus antara lain:
a.
Mengetahui tujuan utama di utusnya Nabi Muhammad SAW.
b.
Menjembatani kerenggangan antara
akhlak dan ibadah.
c.
Mengimplementasikan pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan (Anwar,
2010: 26-28).
Akhlak dalam Islam memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu:
a.
Rabbani, artinya
akhlak bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah dan
menegaskan bahwa akhlak bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi
akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak.
b.
Manusiawi, artinya ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi
tuntunan fitrah manusia.
c.
Universal, artinya akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang
universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik vertikal maupun
horisontal.
d.
Keseimbangan, artinya akhlak dalam Islam memenuhi tuntutan kebutuhan
manusia, jasmani dan ruhani secara seimbang.
e.
Realistik, artinya akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup
manusia (Ilyas, 2007: 12-14).
Akhlak dalam
perspektif ilmu dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Akhlak falsafi atau akhlak teoritik, yaitu akhlak yang menggali kandungan Al-Qur’an dan
As-Sunah secara mendalam, rasional, dan kontemplatif untuk dirumuskan sebagai
teori dalam bertindak.
b.
Akhlak amali, artinya akhlak praktis, yaitu akhlak dalam arti yang sebenarnya
berupa perbuatan.
c.
Akhlak fardhi atau akhlak individu,
yaitu perbuatan seorang manusia yang tidak terkait dengan orang lain.
d.
Akhlak ijtima’I atau akhlak jamaah,
yaitu tindakan yang disepakati secara bersama-sama, misalnya akhlak organisasi
(Saebani, 2010: 175-176).
Menurut Anwar (2010: 30) akhlak dibagi
berdasarkan sifatnya dan berdasarkan objeknya. Berdasarkan sifatnya, akhlak
terbagi menjadi dua bagian:
a.
Akhlak terpuji (mahmudah) atau akhlak karimah (akhlak yang
mulia), di antaranya: rida kepada Allah SWT, taat beribadah, selalu menepati
janji, melaksanakan amanah, berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah
(rela terhadap pemberian Allah SWT), tawakal (berserah diri), sabar, syukur, tawadhu’
dan segala perbuatan baik menurut pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadis.
b.
Akhlak tercela (mazhmumah)
atau akhlak sayyiyah (akhlak yang jelek), di antaranya: kufur, syirik,
murtad, fasik, riya’, dan segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam.
Berdasarkan objeknya, akhlak dibedakan menjadi
dua:
a.
Akhlak kepada Khalik
Komentar
Posting Komentar